Pages

Ads 468x60px

Selasa, 21 Mei 2013

Pembudayaan Anti Korupsi di Sekolah


Samsul H.S*

Sejarah perkembangan bangsa dan negara manapun, senantiasa mengalami pasang surut,. Bisa saja berupa kejayaan, namun juga kehancuran. Kehancuran pemerintahan dan negara selalu diawali dengan ketidakmampuan negara dalam mengelola dan membangun sistem pemerintahan yang kuat dan bersih. Disamping itu juga faktor rendahnya sumberdaya manusia (SDM).

Berkaca dari pengalaman dan kejadian masa lalu, seyogyanya bangsa ini melakukan intropeksi dan berbenah diri secara arif dan cerdas. Agar tidak semakin terpuruk dalam jurang kemiskinan, kebodohan dan jumlah hutang yang semakin membengkak setiap tahunnya.
Seiring dengan perubahan yang terjsadi yang terjadi pada bangsa Indonesia, dan reformasi sebagai alternatif pilihan terbaik, keterpurukanpun belum berkahir. Mulai dari menurunnya kualitas SDM karena banyaknya anak bangsa yang berkualitas tidak mampu mengenyam pendidikan secara layak serta rendahnya produktivitas kerja.

Sebut saja munculnya kasus kriminalisasi KPK, yang melibatkan petinggi Polri serta  petinggi kejaksaan yang dengan mudahnya diatur oleh seorang yang bernama Anggodo. Kasus Hambalang, oknum DPR pemeras BUMN, simulator dan plat nomor di satlantas Polri yang mencapai ratusan milyar. Bahkan yang lebih memprihatinkan Al Qur’an saja dikorupsi. Semua menunjukkan keironisan dan sudah menjadi rahasia umum yang tak terbantahkan. Anehnya semua ini memperoleh dukungan yang sama dari kelakuan elit politik dan penegak hukum.

Terbukti dari data Transparansi Internasioanal Indonesia/ TII (Suprapto, 2009) pada tahun 2007 mengenai korupsi di negara kita menunujukkna intitusi Kepolisisan, Parlemen, Lembaga Peradilan dan Partai Politik menduduki lembaga terkorup. Menariknya pada tahun 2012, Lembaga Kemenag RI dan BPN dianggap KPK belum sungguh-sungguh melkukan reformasi birokrasi secara baik. Semestinya lembaga-lembaga penegakan hukum tersebut menjadi energi pnggerak pemeberantasan korupsi.

Bermula dari guru

Berkaca dari berbagai kejadian di atas, amk dunia pendidikan harus segera mengimbangi dengan bergerak cepat. Gerak cepat yang dimaksud adalah melakukan kegiatan, program mempersiapkan anak-anak bangsa ini menjadi manusia yang memiliki integritas. Hal ini perlu dipersiapkan guna mempersiapkan generasi penerus bangsa yang di kemudian hari menjadi pemegang kendali kekuasaan.

Memang untuk mengatasi korupsi yang sudah mendarah daging bukan hal yang mudah seperti membalikkan kedua telapak tangan. Sebut saja upaya KPK dan Kejaksaan yang membuat pilot project kantin kejujuran di lembaga-lembaga pendidikan. Sekalipun secara empiris belum diperoleh data efektifitas dan keberhasilan untuk mendidik siswa bermental anti korupsi. Tetapi ini lbih baik dan merupakan solusi jangka pendek.

Di samping mendidik korupsi pada murid-muridjuga harus didukung didukung oleh sebuah lingkungan (atmosfer) yang jujur pula. sikap jujur ini berlaku mulai dari tukang kebun sampai pada kepala sekolah. Karena sebagus dan secanggih apapun integrasi pembudayaan anti korupsi pada mata pelajaran (kurikulum) disusun, isi pembelajarannya tidak berdaya guna apabila budaya lingkungan tidak tercipta. Mengingat korupsi merupakan sikap (domain afektif) siswa yang tidak dapat dicermati dengan mata telanjang ataupun dengan rumus dan angka-angka, maka yang dibutuhkan adlah keteldanan (transfer of value), kepastian sanksi, bukan semat mata pengajaran teori (transfer of knowledge).

Peran Penting Sekolah

Pembudayaan mental anti korupsi sejak didi di sekolah adalah sesuatau yang sangat penting. Karena pendekatan secara ini lebih efektif menekan perilaku korupsi pada kurun waktu yang akan datang. Sehingga ada secercah harapan di kemudian hari, muncul banyak generasi muda yang memeiliki mental dan budaya anti korupsi. Tentu saja, pembiasaan-pembiasaan iu harus dibarengi dengan sikap dan keteladanan.

Penelitian Lowson (2004) mengindikasikan murid atau pelajar yang melakukan ketidakjujuran akademik cenderung akan melakukan ketidakjujuran di lingkungan kerja/ sikap bohong, tidak jujur, mengeksploitasi orang lain, secara psikologis harus dianggap sebagai hal yang serius. Apabila hal-hal tersebut tumbuh dan berkembang sejak dini dalam lingkungan sosial-sekolah  yang menganggap wajar, maka ini akan diserap murid sebagai sesuatau yang ditoleransi oleh budaya. Tentu pembudayaan mental anti korupsi di sekolah terancam gagal.

Untuk itu, selama sekolah-sekolah belum segera menerapkan budaya prisnsip-prisnip kedisiplinan serta kepastian sanksi yang sepadan terhadap perilaku-perilaku tidak terpuji. Serta tidak didorong oleh atmosfer lingkungan dan nilai-nilai budaya keteladanan, jangan terlampau berharap besar pada keberhasilan dan tumbuhnya mental anti korupsi pada generasi penerus bangsa.

*) ketua FK-MGMP PKn SMP Kab. Jombang



Sumber: Majalah Suara Pendidikan Edisi VIII April 2013
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...