Pages

Ads 468x60px

Senin, 10 Desember 2012

Lima Asas yang Tersirat Dalam KUHP



1.      ASAS OPORTUNITAS
Asas oportunitas adalah jaksa dapat mengesampingkan suatu perkara jika kepentingan umum merasa dirugikan apabila perkara tersebut dituntut.  Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan Tindak Pidana tidak akan dituntut ke muka pengadilan. Asas ini tersirat dalam pasal 14 KUHAP huruf h yang berbunyi “menutup perkara demi kepentingan hukum”.
Hal ini lebih dipertegas lagi dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 1961 tentang Pokok-Pokok Kejaksaan yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1991, dan pasal 32 c yang berbunyi “Jaksa Agung boleh mengesampingkan suatu perkara pidana demi kepentingan umum”. 

2.      ASAS JAKSA SEBAGAI PENUNUTUT UMUM DAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK
Maksud dari asas ini adalah penuntutan itu tidak tergantung pada kehendak perorangan tetapi merupakan tugas jaksa selaku penuntut umum (manuslitis/dominus litis/pemilik tunggal) sebagaimana tertuang dalam pasal yang disebutkan dalam pasal 1 ayat 6 a KUHAP yang berbunyi “Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”. Pasal 1 ayat 6 b juga menyebutkan bahwa “Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim”.
Juga tertuang dalam pasal 13 KUHAP yang berbunyi “Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim”.
Polisi sebagai penyidik tersirat dalam pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Juga tersirat dalam pasal 6 ayat 1 huruf a KUHAP yang berbunyi “Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia”.

 3.      ASAS PRA PERADILAN
Pra peradilan adalah pemeriksaan dan putusan tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahan, penghentian penyidikan dan penuntutan. Sebagaimana disebutkan dalam pasal dibawah ini:
Pasal 1 ayat 10 yang berbunyi “Pra peradilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka
b.  Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
c.  Permintaan gantai kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan”.
Pasal 77 KUHAP  “ Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penhentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
b.  Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihenikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”.
Dipertegas dalam pasal 78 ayat 1 KUHAP “Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 adalah pra peradilan”. Dan pasal 78 ayat 2 KUHAP “Pra peradilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera.
Ketentuan mengenai pra peradilan diatur dalam pasal 77 sampai pasal 88 KUHAP. Selain itu, ada pasal lain yang masih berhubungan dengan pra peradilan tetapi diatur dalam pasal tersendiri yaitu mengenai tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 dan 97 KUHAP.

4.      ASAS PEMERIKSAAN SECARA LANGSUNG
Maksud dari asas ini adalah hakim harus mendengar sendiri keterangan dari terdakwa maupun saksi-saksi walaupun sudah ada laporan pemeriksaan dari penyidik dan penuntut umum. Ada tiga jenis pemeriksaan yaitu Acara Pemeriksaan Biasa,  Acara Pemeriksaan Singkat, dan Acara Pemeriksaan Cepat
Ketentuan mengenai Acara Pemeriksaan Biasa diatur dalam pasal 152 -202 KUHAP. Sementara Pemeriksaan Singkat diatur dalam pasal 203 dan 204 KUHAP. Sedangkan Acara Pemeriksan Cepat diatur dalam pasal 205 sampai 210 KUHP.

5.      ASAS PERSONALITAS AKTIF DAN PASIF
Asas Personalitas Aktif
Asas personalitas aktif ini menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh setiap WNI di luar negeri dapat diadili menurut hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Adapun syarat personalitas aktif adalah perbuatan pidana dan menurut tempat dimana mereka melakukan perbuatan yang dilakukannya tersebut diancam pula dangan hukuman (juga merupakan perbuatan pidana).
Pasal 5 ayat 1 KUHP menyatakan “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indoensia diterapkan bagi warga negara yang diluar Indonesia melakukan :
  1. Salah satu kejahatan tersebut dalam BAB I dan II buku kedua dan pasal-pasal 160, 161,240,279, 450, dan 451.
  2. Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana”.
Pasal 7 KUHP berbunyi “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat diluar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagai mana dimaksutkan dalam BAB XXVIII Buku Kedua.
Asas Personalitas Pasif
Menyatakan bahwa tindak  pidana yang dilakukan diluar negeri oleh WNA dan merugikan negara Indonesia maka pelakunya dapat diadili menurut hukum pidana yang berlaku di Indionesia.
Sebagaimana diatur dalam pasal 4 KUHP yang berbunyi “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indoensia diterapkan bagi warga negara yang diluar Indonesia :
  1. Salah satu kejahatn berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, dan 131.
  2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merk yang digunakan ooleh pemerintah Indonesia.
  3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atau tanggungan Indonesia atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda deviden atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut diatas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu.
  4. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444, sampai dengan 446 tentang pembajakan laut, dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Juga dalam pasal 8 KUHP yang berbunyi “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang diluar Indonesia, sekalipun diluar perahu, melakukan salah satu tindank pidana sebagaimana dimaksudkan dalam BAB XXIX Buku Kedua dan BAB IX Buku Ketiga, begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan paskapal di Indonesia, maupun dalam ordenansi perkapalan.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...