1. ASAS OPORTUNITAS
Asas oportunitas adalah jaksa dapat mengesampingkan suatu
perkara jika kepentingan umum merasa dirugikan apabila perkara tersebut
dituntut. Jadi demi kepentingan umum,
seseorang yang melakukan Tindak Pidana tidak akan dituntut ke muka pengadilan. Asas
ini tersirat dalam pasal 14 KUHAP huruf h yang berbunyi “menutup perkara demi
kepentingan hukum”.
Hal ini lebih dipertegas lagi dalam Undang-Undang No. 15
Tahun 1961 tentang Pokok-Pokok Kejaksaan yang telah diubah dengan Undang-Undang
No. 5 Tahun 1991, dan pasal 32 c yang berbunyi “Jaksa Agung boleh
mengesampingkan suatu perkara pidana demi kepentingan umum”.
2. ASAS JAKSA SEBAGAI PENUNUTUT UMUM DAN POLISI SEBAGAI
PENYIDIK
Maksud dari asas ini adalah penuntutan itu tidak tergantung
pada kehendak perorangan tetapi merupakan tugas jaksa selaku penuntut umum
(manuslitis/dominus litis/pemilik tunggal) sebagaimana tertuang dalam pasal
yang disebutkan dalam pasal 1 ayat 6 a KUHAP yang berbunyi “Jaksa adalah
pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai
penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap”. Pasal 1 ayat 6 b juga menyebutkan bahwa “Penuntut umum adalah
jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan
dan melaksanakan penetapan hakim”.
Juga tertuang dalam pasal 13 KUHAP yang berbunyi “Penuntut
umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim”.
Polisi sebagai penyidik tersirat dalam pasal 1 ayat 1 yang
menyatakan bahwa “Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Juga tersirat dalam pasal 6 ayat 1 huruf a KUHAP yang
berbunyi “Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia”.
3. ASAS PRA PERADILAN
Pra peradilan adalah pemeriksaan dan putusan tentang sah atau
tidaknya penangkapan, penahan, penghentian penyidikan dan penuntutan.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal dibawah ini:
Pasal 1 ayat 10 yang berbunyi “Pra peradilan adalah wewenang
pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini tentang :
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan
atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka
b.
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
c. Permintaan gantai kerugian atau rehabilitasi oleh
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan”.
Pasal 77 KUHAP “
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penhentian
penyidikan atau penghentian penuntutan.
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang
perkara pidananya dihenikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”.
Dipertegas dalam pasal 78 ayat 1 KUHAP “Yang melaksanakan
wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 adalah pra
peradilan”. Dan pasal 78 ayat 2 KUHAP “Pra peradilan dipimpin oleh hakim
tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang
panitera.
Ketentuan mengenai pra peradilan diatur dalam pasal 77 sampai
pasal 88 KUHAP. Selain itu, ada pasal lain yang masih berhubungan dengan pra
peradilan tetapi diatur dalam pasal tersendiri yaitu mengenai tuntutan ganti
kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 dan 97 KUHAP.
4.
ASAS
PEMERIKSAAN SECARA LANGSUNG
Maksud dari asas ini adalah hakim harus mendengar sendiri
keterangan dari terdakwa maupun saksi-saksi walaupun sudah ada laporan
pemeriksaan dari penyidik dan penuntut umum. Ada tiga jenis pemeriksaan yaitu
Acara Pemeriksaan Biasa, Acara
Pemeriksaan Singkat, dan Acara Pemeriksaan Cepat
Ketentuan mengenai Acara Pemeriksaan Biasa diatur dalam pasal
152 -202 KUHAP. Sementara Pemeriksaan Singkat diatur dalam pasal 203 dan 204 KUHAP. Sedangkan Acara
Pemeriksan Cepat diatur dalam pasal 205 sampai 210 KUHP.
5.
ASAS
PERSONALITAS AKTIF DAN PASIF
Asas Personalitas Aktif
Asas personalitas aktif ini menyatakan bahwa tindak pidana
yang dilakukan oleh setiap WNI di luar negeri dapat diadili menurut hukum
pidana yang berlaku di Indonesia. Adapun syarat personalitas aktif adalah perbuatan
pidana dan menurut tempat dimana mereka melakukan perbuatan yang dilakukannya
tersebut diancam pula dangan hukuman (juga merupakan perbuatan pidana).
Pasal 5 ayat 1 KUHP menyatakan “Ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indoensia diterapkan bagi warga negara yang diluar Indonesia
melakukan :
- Salah satu kejahatan tersebut dalam BAB I dan II buku kedua dan pasal-pasal 160, 161,240,279, 450, dan 451.
- Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana”.
Pasal 7 KUHP berbunyi “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi setiap pejabat diluar Indonesia melakukan salah satu
tindak pidana sebagai mana dimaksutkan dalam BAB XXVIII Buku Kedua.
Asas Personalitas Pasif
Menyatakan bahwa tindak
pidana yang dilakukan diluar negeri oleh WNA dan merugikan negara
Indonesia maka pelakunya dapat diadili menurut hukum pidana yang berlaku di
Indionesia.
Sebagaimana diatur dalam pasal 4 KUHP yang berbunyi “Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indoensia diterapkan bagi warga negara yang
diluar Indonesia :
- Salah satu kejahatn berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, dan 131.
- Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merk yang digunakan ooleh pemerintah Indonesia.
- Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atau tanggungan Indonesia atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda deviden atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut diatas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu.
- Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444, sampai dengan 446 tentang pembajakan laut, dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Juga dalam pasal 8 KUHP yang berbunyi “Ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu
Indonesia, yang diluar Indonesia, sekalipun diluar perahu, melakukan salah satu
tindank pidana sebagaimana dimaksudkan dalam BAB XXIX Buku Kedua dan BAB IX Buku
Ketiga, begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan
paskapal di Indonesia, maupun dalam ordenansi perkapalan.