Pages

Ads 468x60px

Minggu, 09 Desember 2012

Penyimpangan perkawinan PATRILINIAL yang diperbolehkan

  1. di Lampung
    • Kawin tegak-tegi
      Yaitu perkawinan antara anak perempuan dari clan yang bersistem patrilineal dengan kemenakan laki-laki yang dijadikan anak angkat, agar menantu laki-laki yang dijadikan anak angkat laki-laki itu, dapat menerima warisan yang kelak diteruskan kepada cucunya. Menantu akan menjadi ahli waris bagi pewaris,  Namun terhadap keluarga biologisnya sendiri ia tidak akan menjadi ahli waris. Hal tersebut terjadi karena ahli waris tidak boleh beda klan (endogami klan). Jadi setelah kawin dengan si perempuan sang menantu seakan-akan menjadi satu klan dengan pewaris. Yang diwariskan adalah harta warisan beserta gelar kebangsawanan.
    • Kawin ambil anak
      Dalam kekerabatan Patrilinial, tidak adanya anak laki-laki menyebabkan punahnya keturunan (bruyat). Untuk menghindari hal tersebut, maka apabila sama sekali tidak mempunyai anak, mereka dapat mengangkat anak laki-laki. Tetapi jika mempunyai anak perempuan, maka anak tersebut dikawinkan dengan kawin ambil anak (tanpa pembayaran uang jujur).

      Perkawinan ambil anak (inlifhuwelijk) adalah perkawinan yang terjadi dikarenakan hanya mempunyai anak wanita (tunggal), maka anak wanita itu mengambil pria (dari anggota kerabat) untuk menjadi suaminya dan mengikuti kerabat istri untuk selama perkawinannya guna menjadi penerus keturunan pihak istri
      sehingga si istri tetap menjadi anggota clan semula.
    • Kawin jeng mirul
      Yaitu perkawinan yang menyebabkan suami beralih menjadi anggota kerabat istri karena suami dijadikan anak angkat. Sehingga suami menjadi wakil mutlak bagi anak-anak nya untuk mengawasi harta peninggalan.
      Menantu hanya mengelola/menjaga harta warisan pewaris (sebagai trustee) sampai lahirnya anak laki-laki. Anak laki-laki dari menantu tersebut  nantinya yang akan menjadi ahli waris dari pewaris.
    • Kawin manginjam  jago
      Yaitu perkawinan dimana suami tidak beralih kedalam clan si istri. Suami hanya ditoleransikan sebagai penyambung keturunan. Suami berkedudukan sebagai orang menumpang, Anak-anaknya masuk clan ibunya
      Dalam bentuk perkawinan  Manginjam Jago (Nginjam Jaguk), kedudukan suami lebih rendah daripada istrinya, karena semua hak dan kedudukan tetap dikuasai mertua dan saudaranya yang laki-laki.
      Jadi, dalam sistem perkawinan ini, suami hanya berfungsi untuk mendapatkan keturunan dan  tidak mendapatkan apa-apa (tidak mendapat warisan).

  2. di Pejang (Bengkulu)
    • Kawin semendo rajo-rajo
      Merupakan bentuk perkawinan di mana suami dan istri bertindak sebagai raja dan  ratu yang dapat menentukan sendiri tempat kedudukan rumah tangga mereka. Suami tidak ditetapkan untuk tinggal di pihak istri dan melepaskan kekerabatannya. Kedudukan suami dan isteri seimbang, baik terhadap jurai kekerabatan maupun suami, demikian pula terhadap harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan. Dalam perkembangan sekarang Kawin Semendo Rajo-Rajo terpecah lagi ke dalam empat bentuk perkawinan yang lazim terjadi di dalam adat istiadat Suku Bangsa Rejang di Bengkulu. Keempat bentuk perkawinan tersebut, yaitu Perkawinan Biasa, Perkawinan Sumbang, Perkawinan Ganti Tikar (mengebalau), dan Kawin Paksa.

      Dalam sistem perkawinan ini,
      kedudukannya sama dengan perkawinan jujur hanya akibat hukumnya berbeda. Garis keturunan ditarik dari garis ayah dan ibu dan akibat hukumnya sama dengan perkawinan bebas.


  3. di Semendo (Palembang Barat)
    • Kawin jurai dua negeri dua
      Jurai yaitu keluarga yang sedapur, karena tiap-tiap wanita yang telah kawin mendirikan tungku-tungku baru untuk memberi makan anak-anaknya. Sajurai, yaitu mereka yang merasa bersatu karena berasal dari satu gaek atau ibu dari nenek.


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...